Jumat, 29 April 2011

RAMAI-RAMAI GANTI RAPOR

Sekalipun sudah “kalah” secara hukum perihal penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), pemerintah belum mau kehilangan muka dengan menghapuskan UN. Sekalipun dinyatakan bukan sebagai instrumen utama kelulusan, mendiknas masih “ngotot” menetapkan UN, yang juga diikuti Ujian Akhir Sekolah Berstandar
Nasional (UASBN) di tingkat dasar, sebagai salah satu instrumen penentu kelulusan siswa.
Sistem kelulusan sekolah tahun ini diubah. Nilai hasil UN yang semula menjadi kriteria utama kelulusan siswa hanya diberikan porsi 40% dari aspek-aspek yang menjadi dasar penentuan kelulusan. Sisanya sebesar 60% ditentukan oleh nilai yang diberikan oleh guru/sekolah. Nilai dalam rapor siswa yang semula nyaris tidak berarti apa-apa kini dapat menjadi “dewa penyelamat” yang sangat menentukan kelulusan mereka. Akumulasi nilai Rapor dan nilai UN juga menentukan tinggi rendahnya nilai akhir kelulusan siswa.
Kebijakan pemerintah tersebut terkesan mulia, karena memberi ruang lebih besar bagi sekolah untuk menetapkan kelulusan, tetapi sepertinya kesiapan guru dan pengelola sekolah kurang dipertimbangkan. Faktanya, banyak sekolah tidak siap menerima kesempatan tersebut. Hingga hari-hari terakhir menjelang pelaksanaan UN, bahkan banyak sekolah yang tidak mengantisipasi munculnya kebijakan tersebut.
Padahal sebelumnya mereka biasa menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan Standar Kelulusan yang mudah dicapai, rata-rata 6 sampai 6,5. Guru sudah dapat dinilai berhasil dalam memberikan pembelajaran bilamana siswa-siswinya mampu mencapai nilai minimal tersebut.
Hanya sebagian kecil sekolah yang berani menetapkan KKM di atas 7 atau 7,5, apalagi lebih tinggi lagi. Menetapkan KKM lebih tinggi sudah pasti menuntut guru dan pengelola untuk bekerja keras, bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya.
Ketika pemerintah secara tiba-tiba menetapkan sistem kelulusan yang memberi porsi lebih besar pada nilai rapor banyak guru dan pengelola sekolah kelabakan. Hal ini dikarenakan nilai siswa terlanjur diberikan apa adanya, minimal memenuhi KKM yang ditetapkan. Bilamana sistem penentuan kelulusan yang baru sekarang ini diterapkan, maka rata-rata akumulasi nilai akhir siswanya dipastikan rendah, sekalipun kemungkinan siswa untuk lulus tetap lebih besar.
Meski demikian, guru dan pengelola tidak kurang akal. Untuk menyiasati agar nilai siswa tidak terlalu rendah, banyak sekolah mengganti rapor siswanya dengan rapor baru sejak kelas awal. Tentu saja rapor baru tersebut diisi  nilai baru yang lebih tinggi. Dengan begitu, berapapun nilai hasil UN tidak terlalu berpengaruh pada kelulusan siswanya.
Dengan berbagai kecurangan yang terjadi selama ini, baik yang ketahuan maupun tidak, maka rata-rata nilai kelulusan siswa pada tahun ini dipastikan jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Bilamana kebijakan pemerintah itu terus berlanjut, maka masyarakat tidak perlu kuatir nilai hasil belajar putera-puterinya akan “jeblok” apalagi tidak lulus sekolah. Dapat dipastikan nilai rapor siswa di masa mendatang akan cenderung bagus. Guru dan sekolah tentu tidak mau ambil resiko harus membuat rapor baru. Hebat, kan? “Di negeri ini apa yang tidak dapat disiasati?”

sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/29/ramai-ramai-ganti-rapor/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).

Belajar Toefl murah meriah

Kunci kelulusan

Kunci kelulusan